BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Evolusi secara genetik dapat
diartikan sebagai perubahan frekuensi alel gen dalam populasi. Berdasarkan hal
ini, kemungkinan evolusi melalui perubahan alel gen dapat diprediksi. Melipat
dan menggulung lidah dipengaruhi oleh gen autosomal dominan. Yang dimaksud
sifat autosomal adalah sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom.
Gen ini ada yang dominan, dan ada yang resesif. Laki-laki dan perempuan
mempunyai autosom yang sama, sehingga sifat keturunan yang ditentukan oleh gen
autosomal dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan.
Hukum Hardy-Weinberg menyatakan,
“Di bawah suatu kondisi yang stabil, baik frekuensi gen maupun perbandingan
genotip akan tetap (konstan) dari generasi ke generasi pada populasi yang berbiak
secara seksual”. Suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam
kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat
pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut.
Prinsip Hardy-Weinberg hanya berlaku
pada kondisi-kondisi tertentu seperti populasi besar dan perkawinan terjadi
acak, hal ini untuk menghindari genetic drift, perubahan frekuensi genetik dari
deviasi kebetulan. Pada populasi-populasi yang stabil (yang memenuhi syarat
Hardy Winberg ) frekuensi gen sesuai dengan hukum-hukum sederhana probilitas.
Dengan demikian, dalam suatu populasi tertentu, frekuensi individu yang
homozigot AA sama dengan probilitas terdapat dua alel A secara bersamaan dalam
sebuah zigot.
Berdasarkan
uraian diatas perlu dilakukan pratikum mengenai frekuensi gen dalam suatu
populasi untuk menghitung frekuensi alel dan frekuensi gen simulasi kancing.
1.2
Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum
ini adalah mempelajari, mengetahui dan menghitung frekuensi gen dengan simulasi
kancing. Adapun manfaat dari praktikum adalah praktikan dapat memahami hubungan
dinamis antara gen dalam populasi dengan lingkungannyadan juga praktikan dapat
membuktikan prinsip keseimbangan hukum Hardy Weinberg.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Hukum Mendel
Gregor
Johann Mendell (1822–1884) ialah seorang biarawan dan ahli botani yang berasal
dari Austria. Ia adalah peletak dasar-dasar teori hereditas atau pewarisan
sifat genetika. Teori yang disebut Hukum Mendell tersebut menjadi dasar
pengembangan genetika modern. Mendel dapat mengembangkan beberapa hukum. Ada
dua hukum yang terkenal, yaitu Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II. Hukum Mendel
I atau hukum segregasi dapat dibuktikan denga persilangan monohibrid (persilangan
dengan satu sifat beda). Hukum Mendel II atau hukum pengelompokan secara bebas
dapat dibuktikan dengan persilangan dihibrid (persilangan dengan dua sifat
beda). Hal ini berlaku untuk semua makhluk hidup baik hewan, tumbuhan, maupun
manusia (Syamsuri, 2006).
Hukum
pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme, yang
kita kenal dengan hukum segregasi dan hukum asortasi bebas, yang telah di
jabarkan oleh Gregor Johann Mendel .
Mendel mengatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk
(Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet
menerima satu gen dari induknya sebagaimana bunyi hukum mendel I, dan bunyi
hukum mendel II, menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau
lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung
pada pasangan sifat yang lain (Syamsuri,
2006).
2.1.1 Hukum
Mandel I
Hukum mendel I
adalah perkawinan dua tetua yang mempunyai satu sifat beda (monohibrit). Setiap
indifidu yang berkembang baik secara seksual terbentuk dari perleburan 2 gamet yang berasal dari induknya.
Berdasarkan hipotesis mendel dari setiap sifat/karakter ditentukan oleh gen
(sepasang alel). Hokum mendel I berlaku pada waktu gametogenesis F1. F1
memiliki genotip heterozigot. Dalam peritiwa meiyosis, gen sealel akan terpisah
, mesisng-masing terbentuk gamet. Baik pada bunga jantan maupun bunga betina
terjadi 2 macam gamet. Waktu terjadi penyerbukan sendiri (F1 x F2) dan pada
proses fertilisasi gamet-gamet yang mengandung gen itu akan melebur secara acak
dan terdapat 4 macam peleburan atau peristiwa.( Suryati Doti, 2011).
Hukum Mendel I
dikenal sebagai hukum Segregasi. Selama proses meiosis berlangsung,
pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi.
Setiap set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses pemisahan
gen secara bebas dikenal sebagai segregasi bebas. Hukum Mendel I dikaji dari
persilangan monohibrid. (Syamsuri, 2006:101)
Hukum Mandel I
berlaku pada gametogenesis F1. F1 itu memiliki genotif heterozigot. Baik pada
bunga betina maupun benang sari, terbentuk dua macam gamet. Maka kalau terjadi penyerbukan sendiri (F1 x F1) terdapat
empat macam perkawinan. (Wildan Yatim,
2008).
Pada galur murni
akan menampilkan sifat-sifat dominan (alel AA) maupun sifat resesif (aa) dari
suatu karakter t. Bila disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam alel (Aa)
tetapi menampakkan sifat dominan (apabila dominant lengkap). Sedangkan individu
heterozigot (F1) menghasilkan gamet-gamet, setengahnya mempunyai alele dominant
A dan setengahnya mempunyai alele resesif a. Dengan rekomendasi antara
gamet-gamet secara rambang populasi F2 menampilkan sifat-sifat dominant dan
resesif dengan nisbah yang diramalkan. Nisbah fenotif yaitu 3 dominan (AA atau
Aa) : 1 resesif (aa). Nisbah geneotif yaitu 1 dominan lengkap (AA) : 2 hibrida
(Aa) : 1 resesif lengkap (aa). (Crowder, 2007)
2.1.2 Hukum Mandel II
Hukum Mendell II
dikenal dengan Hukum Independent Assortment, menyatakan: ‘bila dua individu
berbeda satu dengan yang lain dalam dua pasang sifat atau lebih, maka
diturunkannya sifat yang sepasang itu tidak bergantung pada sifat pasangan
lainnya’. Hukum ini berlaku untuk persilangan dihibrid (dua sifat beda) atau
lebih (Muhsinin, 2014).
Hukum Mendel II
dikenal juga sebagai hukum Asortasi
atau hukum berpasangan secara bebas. Menurut hukum ini, setiap gen atau sifat dapat berpasangan
secara bebas dengan gen atau sifat lain.
Meskipun demikian, gen untuk satu sifat
tidak berpengaruh pada gen untuk sifat yang lain yang bukan juga termasuk alelnya (Syamsuri, 2006).
Hukum kedua
Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih
sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada
pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda
tidak saling mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan tinggi
tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling mempengaruhi. Persilangan
dari induk dengan satusifat dominan disebut monohibrid, sedang persilangan dari
induk-induk dengan dua sifatdominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya
(Wildan Yatim, 2008).
Hukum Mendel II ini hanya berlaku untuk gen yang letaknya
berjauhan.
Jika
keduagen itu letaknya berdekatan hukum ini tidak berlaku. Hukum Mendel 2 ini
juga tidak berlaku untuk persilangan
monohibrid (Wildan Yatim, 2008).
2.2
Hukum Hardy Weinberg
Hardy dan Weinberg
(1908) adalah pakar matematika yang menemukan dasar-dasar yang ada hubungannya
dengan frekuensi gen didalam populasi yang dikenal dengan prinsip equilbrium Hardy Weinberg. Hukum
tersebut menyatakan bahwa frekuensi gen akan tetap dari generasi kegenerasi
seterusya dalam populasi yang besar, keadaan populasi tersebar secara acak,
tidak ada seleksi dan migrasi. Hukum ini ternyata mengikuti model matematis
dengan rumus binomium (a + dimana memperlihatkan pemisahan dari sepasang
alel tunggal pada persilangan monohibrid yaitu perkawinan yang menghasilkan
pewarisan satu karakter dengan dua sifat beda (Muhsinin, 2014).
Frekuensi alel
yang statis dalam suatu populasi dari generasi ke generasi mengasumsikan adanya
perkawinan acak, tidak adanya mutasi, tidak adanya migrasi ataupun emigrasi,
populasi yang besarnya tak terhingga, dan ketiadaan tekanan seleksi terhadap
sifat-sifat tertentu. Contoh paling sederhana dapat terlihat pada suatu lokus
tunggal beralel ganda: alel yang dominan ditandai A dan yang resesif ditandai
a. Kedua frekuensi alel tersebut ditandai p dan q secara berurutan; freq(A) =
p; freq(a) = q; p + q = 1. Apabila populasi berada dalam kesetimbangan, maka
freq(AA) = p2 untuk homozigot AA dalam populasi, freq(aa) = q2 untuk homozigot
aa, dan freq(Aa) = 2pq untuk heterozigot. Konsep ini juga dikenal dalam
berbagai nama: Kesetimbangan Hardy-Weinberg, Teorema Hardy-Weinberg, ataupun
Hukum Hardy-Weinberg. Asas ini dinamakan dari G. H. Hardy dan Wilhelm Weinberg
(Crow, 2006).
Populasi
mendelian yang berukuran besar sangat memungkinkan terjadinya kawin acak
(panmiksia) di antara individu-individu anggotanya. Artinya, tiap individu
memiliki peluang yang sama untuk bertemu dengan individu lain, baik dengan
genotipe yang sama maupun berbeda dengannya. Dengan adanya sistem kawin acak
ini, frekuensi alel akan senantiasa konstan dari generasi ke generasi. Prinsip
ini dirumuskan oleh G.H. Hardy, ahli matematika dari Inggris, dan W.Weinberg,
dokter dari Jerman,. sehingga selanjutnya dikenal sebagai hukum keseimbangan
Hardy-Weinberg (Crow, 2006).
Syarat
berlakunya asas Hardy-Weinberg adalah:
·
Setiap gen mempunyai
viabilitas dan fertilitas yang sama
·
Perkawinan terjadi
secara acak
·
Tidak terjadi mutasi
gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar.
·
Tidak terjadi migrasi
·
Jumlah individu dari
suatu populasi selalu besar
Jika syarat-syarat tersebut
terpenuhi, maka frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan
konstan dan evolusi pun tidak akan terjadi. Tetapi dalam kehidupan,
syarat-syarat tersebut tidak mungkin terpenuhi sehingga evolusi dapat terjadi.
Suatu keseimbangan yang lengkap di dalam gene pool tidak pernah dijumpai,
perubahan secara evolusi adalah sifat – sifat fundamental dari kehidupan suatu
populasi ( Sweety Hamster Rescue, 2012).
BAB
III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1
Tempat dan Waktu
Praktikum ini
dilaksanakan di Laboratorium Agroklimatologi dan Statistika, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin pada hari sabtu 26 Maret 2016 pukul 13.00
sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis menulis beserta mistar.
Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah 200 kancing warna merah dan 200 kancing
warna putih dan amplot folio.
3.3 Metode Praktikum
Metode yang
digunakan dalam praktiku ini adalah:
1.
Memasukkan masing-masing
100 kancing warna merah dan 100 kancing warna putih kedalam amplop yang telah
disediakan.
2.
Mengambil dua kancing
secara acak dengan perhitungan 60, 80 dan 100 kali pengambilan.
3.
Mencatat dan menghitung
frekuensi kemunculan warna kacing merah dan putih.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1
Pengambilan 60 kali
Genotip
|
AA
|
Aa
|
aa
|
Total
|
Jumlah
|
20
|
33
|
7
|
60
|
Simbol
|
p2
|
2pq
|
q2
|
1
|
Rumus
|
p2AA
|
2pqAa
|
q2aa
|
-
|
Frekuensi
|
0,6
|
-
|
0,4
|
1
|
4.1.2
Pengambilan 80 kali
Genotip
|
AA
|
Aa
|
aa
|
Total
|
Jumlah
|
22
|
35
|
23
|
80
|
Simbol
|
p2
|
2pq
|
q2
|
1
|
Rumus
|
p2AA
|
2pqAa
|
q2aa
|
-
|
Frekuensi
|
0,5
|
-
|
0,5
|
1
|
4.1.3 Pengambilan 100
Kali
Genotip
|
AA
|
Aa
|
aa
|
Total
|
Jumlah
|
25
|
51
|
24
|
100
|
Simbol
|
p2
|
2pq
|
q2
|
1
|
Rumus
|
p2AA
|
2pqAa
|
q2aa
|
-
|
Frekuensi
|
0,5
|
-
|
0,5
|
1
|
4.2
Pembahasan
Pada pengambilan
kancing 60 kali didapatkan hasil merah-merah 20, merah-putih 33 dan putih-putih
7. Oleh karena itu didapatkan hasil dari perhitungan pada kancing merah-merah
adalah 0,6 dan putih-putih 0,4 sehingga didapatkan hasil frekuensi yaitu 1. Jadi
dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari pengambilan 60 kali ini adalah 1:2:1 (1
merah-merah : 2 merah-putih : 1 putih-putih).
Pada pengambilan
kancing 80 kali didapatkan hasil merah-merah 22, merah-putih 35 dan putih-putih
23. Oleh karena itu didapatkan hasil dari perhitungan pada kancing merah-merah
adalah 0,5 dan putih-putih 0,5 sehingga didapatkan hasil frekuensi yaitu 1.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari pengambilan 80 kali adalah 1:2:1
(1 merah-merah : 2 merah-putih : 1 putih-putih).
Kemudian pada
pengambilan kancing 100 kali didapatkan hasil merah-merah 25, merah-putih 51
dan putih-putih 24. Oleh karena itu didapatkan hasil dari perhitungan pada
kancing merah-merah adalah 0,5 dan putih-putih 0,49 sehingga didapatkan hasil
frekuensi 1. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari pengambilan 100
kali adalah 1:2:1 (1 merah-merah: 2 merah-putih :1 putih-putih).
Setelah melakukan
beberapa pengambilan (60x, 80x, dan 100x) model gen jantan baik merah maupun
putih dan model gen betina baik merah maupun putih dengan tanpa melihat dan
sambil mencampur gen-gen tersebut, didapat nisbah atau perbandingan genotipe
yang sesuai dengan yang diharapkan seperti yang dilakukan oleh Mendel yaitu 1 :
2 : 1 (1 merah-merah : 2 merah-putih : 1 putih-putih). Hal ini disebabkan
karena penggabungan (zigot) gamet-gamet dari tiap tetua untuk membentuk sel
pertama dari zuriat individu baru terjadi secara acak, dan terjadi tanpa
ditentukan oleh gen yang dibawanya.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari hasil pengamatan
yang telah dilakukan pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa
1. Pada pengambilan 60, 80 dan 100
kali menghasilkan perbandingan yang sama yaitu 1:2:1 (1 merah-merah : 2
merah-putih : 1 putih-putih) 1 untuk homozigot dominan : 2 untuk heterozigot :
1 untuk homozigot resesif.
2. Penggabungan (zigot) gamet-gamet
dari tiap tetua untuk membentuk sel pertama dari zuriat individu baru terjadi
secara acak, dan terjadi tanpa ditentukan oleh gen yang dibawanya.
5.2 Saran
Untuk
menghindari kesalahan perhitungan sebaiknya pengamatan dilakukan secara
hati-hati dan tidak terburu-buru agar didapatkan hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Crow,
Jf (Jul 2006). "Hardy, Weinberg and
language impediments." Genetics
152 (3): 821–5. ISSN 0016-6731. PMC 1460671. PMID 10388804.
Crowder,
L. V. 2007. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press. http:// id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Pewarisan_Mendel.
Muhsinin, S. 2014. Biologi. Jakarta. Cmedia
Imprint Kawan Pustaka.
Suryati,
Dotti. 2011. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Bengkulu: Lab.
Agronomi Universitas Bengkulu.
Sweety
Hamster Love “Hamster Rescue” . 2012. Variasi
genetik sebagai dasar evolusi, mutasi gen, frekuensi gen dalam populasi dan
hukum hardy- weinberg. (bag 2) (online)
Syamsuri,
Istamar, dkk. 2006. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Yatim,
Wildan. 2008. Genetika. Bandung: TARSITO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar