Sabtu, 11 Maret 2017

ALAT UKUR RADIASI SURYA DAN LAMA PENYINARAN
(Bagian-bagian, Prinsip kerja dan cara pemasangan)
By. Yohanis Sarma
UNHAS

Radiasi Surya adalah pancaran energi yang berasal dari proses thermonuklir yang terjadi di matahari. Energi radiasi surya berbentuk sinar dan gelombang elektromagnetik.Spektrum radiasi surya sendiri terdiri dari dua yaitu, sinar bergelombang pendek dan sinar bergelombang panjang.Sinar yang termasuk gelombang pendek adalah sinar x, sinar gamma, sinar ultra violet, sedangkan sinar gelombang panjang adalah sinar infra merah.
Radiasi Surya merupakan salah satu komponen iklim yang cukup berpengaruh dalam menentukan pertumbuhan tanaman ataupun keseluruhan aktivitas  mahluk hidup yang ada diatas permukaan bumi. Radiasi Surya membantu tanaman untuk melakukan fotosintesis. Adapun radiasi yang digunakan untuk proses fotosintesis dikenal dengan sebutan PAR (Photosynthetic Acid Radiation).
Panca indera manusia tidak dapat mendeteksi keberadaan radiasi, oleh karena itu perlu suatu alat yang dapat mendeteksi banyaknya intensitas cahayah surya yang masuk ke bumi.Dengan menggunakan alat pengukur radiasi matahari kita dapat mengetahui seberapa besar radiasi yang dipancarkan ke bumi pada cuaca dan suhu tertentu.
A. Campbell-Stokes
Alat untuk mengukur lamanya penyinaran matahari ada beberapa jenisdiantaranya : tipe Campbell-Stokes, tipe Yordan, tipe Marvin dan tipe Foster.Untuk Indonesia yang banyak dipakai adalah tipe Yordan dan Campbell-stokes, sekarang tipe Campbell-Stokes yang paling luas penggunaannya karena lebih telitidan mudah.Campbell-Stokes secara khusus di pergunakan untuk mengukur waktu danlama matahari bersinar dalam satu hari dimana alat tersebut dipasang. CampbellStokesterdiri atas beberapa bagian yaitu :
1.             Plat logam berbentuk mangkuk, sisi bagian dalamnya bercelah- celahsesuai tempat kartu pencatat dan penyanggah bola kaca pejaldilengkapi skala dalam derajat yang sesuai dengan derajat lintangbumi,
2.             Bola kaca pejal (umumnya berdiameter 96 mm),
3.             Bagian pendiri (stand),
4.             Bagian dasar terbuat dari logam yang dapat di-leveling,
5.             Kertas pias terdiri atas tiga jenis menurut letak matahari
·      Prinsip Kerja
Sinar matahari yang datang menuju permukaan bumi, khususnya yang tepat jatuh pada sekeliling permukaan bola kaca pejal akan difokuskan ke atas permukaan kertas pias yang telah dimasukkan ke celah mangkuk dan meninggalkan jejak bakar sesuai posisi matahari saat itu. Jumlah kumulatif titik bakar inilah yang disebut sebagai lamanya matahari bersinar dalam satu hari (satuan jam/menit) (BMG,2006:47).
·      Cara Pemasangan
Cara pemasangan Campbell-Stokes di Lapangan antara lain :
1. alat diletakkan di atas pondasi dengan alas kayu datar dan rata, bercat putih setinggi 120 cm atau di menara atau atap gedung apabila tidak terdapat daerah yang cukup terbuka di permukaan tanah,
2. sumbu bola mengarah Utara-Selatan sehingga letak kertas pias sejajar dengan arah Timur-Barat,
3. alat harus pada posisi horisontal, hal ini dengan mengatur sekrup yangtersedia. Umumnya pada alas dari alat terdapat indikator (water pas),
4. kemiringan lensa bola bersama dengan kertas pias harus disesuaikan menurut derajat lintang bumi setempat. Setelah mencapai kemiringan yang benar sekrup pengunci diputar agar kedudukan tersebut tidak berubah,
5. lensa bola harus tepat berada ditengah, membagi jarak Timur-Baratkerta atas dua bagian yang sama panjang. Kedudukan ini biasanya sudah diatur lebih dahulu oleh pabrik pembuat alat denganmenggunakan alat khusus ”Centering Gauge”,
6. memasang kertas pias sesuai dengan tanggal penggunaannya (BMG,2006:50). Kertas pias tersebut terpasang pada paritnya yang benar pada jam 12.00 di kertas pias harus tepat di tanda pertengahan parit pias. Cara pemasangan yang menyimpang dari ketentuan akan menghasilkan tanda pembakaran yang tidak benar. Penggatian kertas pias dilakukan tiap hari setelah matahari terbenam.Tanggal penggunaannya harus dituliskan di balik kertas untuk memudahkan pemindahan ke dalam buku.Selama satu tahun diperlukan 365 atau 366 lembar kertas.

B.  Actinograph
Alat untuk mengukur intensitas radiasi matahari bernama Actinographatau kadang dikenal dengan sebutan mechanical Pyranograph dipergunakan untukmengukur total intensitas dari radiasi mathari langsung, radiasi matahari yangdipantulkan atmosfer dan radiasi difusi dari langit dalam satu hari yang dapatdihitung (BMG,2006:70).
Komponen-komponen utama dari Actinograph adalah sebagai berikut :
1. sensor, terdiri dari masing-masing dua strip bimetal bercat putih
dan hitam,
2. glass dome,
3. plat pengatur bimetal,
4. mekanik pembesar,
5. tangkai dan pena pencatat,
6. drum clock,
7. pengatur level (perata-rata air),
8. kontainer silica-gel (penyerap uap air),
9. bagian dasar,
10. penutup/cover (BMG,2006:70).
·           Prinsip Kerja
Actinograph bekerja dengan prinsip perbedaan temperatur antara dua stripparalel bimetal bercat putih dan hitam. Perbedaan temperatur terjadi karena radiasimatahari yang sampai ke bimetal bercat putih akan dipantulkan maka strip inihanya respon terhadap temperatur ambang sedangkan radiasi yang sampai kebimetal hitam, akan diserap atau diabsorbsi sehingga strip ini akan responterhadap temperatur ambang dan radiasi yang datang akibatnya terjadi distorsiatau menggeliat terhadap strip bimetal putih.
Masing-masing satu sisi strip putih dan strip hitam dihubungkan dan sisisisidari bimetal putih dihubungkan ke peti instrumen serta sisi-sisi lain bimetalhitam dihubungkan ke tangkai pena melalui sistem tuas sehingga masing-masing
akan saling meniadakan kondisi ambang dengan meninggalkan keluk (curvature) yang merepresentasikan intensitas radiasi yang datang dan secara proporsionalditunjukkan oleh posisi pena dan kertas pias.
Glass-dome akan mentransmisikan 90% energi elektromagnetik, denganpanjang gelombang antara 0,3 s.d. 3,0 micron dan silika-gel akan menyerap uapair agar tidak terjadi kondensasi pada permukaan glass-dome (BMG,2006:74).Total intensitas radiasi matahari adalah merupakan luas area yang berbedadibawah kurva yang termasuk selama periode pengukuran. Total intensitas inidapat dihitung dengan mengalikan faktor kalibrasi alat (K) dengan luas curva
yang terbentuk (Manan,1986:88).



·           Cara Pemasangan
Cara pemasangan alat perkam intenmsitas radiasi matahari Actinograph :
1. meletakkan Actinograph pada permukaan datar atau rata diataspermukaan tanah. Lokasi pemasangan harus bebas dari pohonmaupun bangunan yang dapat menghalangi sinar matahari ke arah alatdan bebas dari bahan-bahan yang dapat memantulkan sinar kuat kearah alat,
2. mengatur posisi bimetal persegi-persegi searah utara-selatan dan kacajendela kearah timur,
3. mengatur leveling alat melalui kaki-kaki yang dapat diatur ataudiputar,
4. kebersihan alat harus selalu diperhatikan terutama bagian glass dome,
5. silika gel harus diganti secara periodik sesuai iklim dimana alatditempatkan,
6. seal karet yang terletak pada bagian dasar secara periodik juga harus diganti terutama jika sudah kurang elastis atau rusak.
Untuk metode pengoperasiannya dimulai saat matahari terbit, kemudianmembuka cover dan melepaskan drum-clock dari shaftnya. Memasang kertas piasyang terhimpit di penjemput drum-clock. Setelah matahari terbenam pias diambiluntuk pias harian (Manan,1986:94).
C. Solarimeter
Solarimeter adalah pyranometer, jenis alat ukur digunakan untuk mengukur radiasi dikombinasikan matahari langsung dan menyebar. Sebuah solarimeter mengintegrasikan mengukur energi dari radiasi matahari yang dikembangkan berdasarkan penyerapan panas oleh benda hitam. Prinsip instrumen ini dirancang pada pertama kali dikembangkan oleh pastor Italia, Pastor Angelo Bellani. Dia menemukan metode actinometric yang didasarkan pada teknik fisika dan kimia



Solarimeter Type Jordan
Solarimeter tipe Jordan digunakan untuk mengukur lamanya penyinaran surya per jam.
Komponen-komponen utama dari Solarimeter Type Jordan adalah sebagai berikut :
a. Silinder setengah lingkaran
b. Celah sempit masuknya sinar
c. Pelindung celah sempit
d. Sekrup pengatur kemiringan
·      Prinsip kerja
Prinsip kerja alat ini adalah pembakaran pias.Panjang pias yang terbakar dinyatakan dalam satu jam. Dalam satu hari Solarimeter ini menggunakan 2 kertas pias untuk menentukan lama panjang penyinaran.Solarimeter bekerja berdasarkan reaksi fotokimia, sinar matahari yang masuk melalui lubang sempit solarimeter bereaksi dengan Kalium ferosianida yang terlapis dalam kertas pias dalam tabung silinder di dalam solarimeter. Garam fero akan teroksidasi sehingga terbentuk noda apabila dicuci dengan akuades. Selanjutnya digunakan kertas PP untuk mengukur panjang noda yang terbentuk.Panjang noda terbentuk merupakan panjang penyinaran aktual.
·      Pemasangan
Alat dipasang di tempat terbuka sehingga sinar matahari tidak terhalang oleh pohon atau benda lain. Solarimeter ini dipasang dengan tidak ada halangan ke arah timur maupun barat, karena merupakan arah terbit dan tenggelamnya matahari.Kelemahan alat ini yaitu saat interprestasi hasil pengukuran oleh orang yang berbeda dapat menunjukkan perbedaan sampai 5% lama penyinaran bulan.Solarimeter tipe Jordan pemakaiannya kurang praktis sehingga alat ini sering sekali tidak dipergunakan.
Solarimeter Type Cambell Stokes
Komponen-komponen utama dari Solarimeter Type Combell Stokes adalah sebagai berikut :
a. Lensa bola kaca pejal dengan jari-jari 7,3cm
b. Busur pemegang bola kaca pejal
c. Sekrup pengunci kedudukan lensa
d. Sekrup pengatur kemiringan
e. Mangkuk tempat kertas pias
Solarimeter tipe Combell Stokes bekerja berdasarkan pemfokusan sinar matahari untukmengukur panjang penyinaran. Prinsip alat ini adalah pembakaran pias, sedangkan panjang pias yang terbakar dinyatakan dalam satuan jam. Dalam satu hari Solarimeter ini menggunakan hanya satu kertas pias. Kertas Pias diletakkan pada titik api bola lensa. Hasil  pembakaran pias akan terlihat seperti garis lurus di bawah bola lensa. Kertas pias yang tidak terletak pada titik api lensa tidak akan terbakar.
Seperti pada Solarimeter Type Jordan, Alat ini dipasang di tempat terbuka yang tidak terdapat halangan ke arah Timur matahri terbit dan ke arah Barat saat matahri terbenam. Terdapat tiga jenis pias yang digunakan pada lat yang sama yaitu, pias waktu matahari di ekuator, di utara dan di selatan.

D.  Gun Bellani
Fungsi alat ini sama dengan alat aktinograf yaitu untuk mengukur total radiasimatahari selama satu hari sejak matahari terbit hingga terbenam.  
Komponen-komponen utama dari Gun Bellani adalah sebagai berikut :
a. Bola bulat hitam berisikan air dan dihubungkan dengan tabung     buret
b. Silinder pelindung
c. Skala pengamatan

·      Prinsip Kerja
Alat ini tidak secaralangsung mengukur radiasi matahari, tetapi melalui suatu proses penguapan zat cairterlebih dahulu.  Jumlah zat cair yang diuapkanberbanding lurus dengan total radiasi matahari  yang diterima.  Alat Gun Bellani ini terdiri dari bagian sensor  berbentuk bulat hitam yang berisikan air dandihubungkan dengan tabung buret yangberskala dalam satuan milimeter.   
Radiasi yang diterima oleh sensormengakibatkan sensor menjadi panas sehinggazat cair yang ada dalam sensor menguap,kemudian uap air ini akan mengkondensasidibagian bawah tabung buret. Pengamatandilakukan dengan membaca jumlah air yangterkondensasi pada tabung buret, kemudianalat dibalik sehingga posisi bola hitam beradadibagian bawah dan air akan masuk ke dalam sensor. Selanjutnya alat dibalikkembali, sensor ada dibagian atas dan zat cair tetap berada dalam bola hitam.  SedikitZat cair yang tumpah kedalam tabung buret  dibaca sebagaiskala awal kemudian alatdiletakkan kembali kedalamsilinder pelindung.   
Besarnyapenambahan volume air yangterkondensasi dapat diketahui dengan cara, yaitu:   
Jumlah pembacaan hari inidikurangi dengan skala awalhari sebelumnya, Waktu pengamatan dilakukan sekali dalam sehari yaitu setiap pagi jam 07.00 Wib










DAFTAR PUSTAKA
BMG. 2006. Alat-alat Meteorologi di Stasiun Klimatologi semarang. Semarang : BMG Stasiun Klimatologi Klas 1 Semarang
Kurniawan, Rendika.”Alat-alat  Klimatologi”.27/02/2016. http://rendika-ferrik.blog.ugm.ac.id/2011/05/28/alat-alat-klimatologi-part-i/
Manan, Michael. 1986. Actinograph and Solar Effect. Sydney : United NationsFramework Convention on Climate Change
Yuliatmaja, M.R. 2009. Kajian Lama Penyinaran Matahari dan Intensitas Matahari Terhadap Pergerakan Semu Matahari Saat Solstice. Semarang: Universitas Negeri Semarang




Praktikum Genetika (Frekuensi Gen)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Evolusi secara genetik dapat diartikan sebagai perubahan frekuensi alel gen dalam populasi. Berdasarkan hal ini, kemungkinan evolusi melalui perubahan alel gen dapat diprediksi. Melipat dan menggulung lidah dipengaruhi oleh gen autosomal dominan. Yang dimaksud sifat autosomal adalah sifat keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom. Gen ini ada yang dominan, dan ada yang resesif. Laki-laki dan perempuan mempunyai autosom yang sama, sehingga sifat keturunan yang ditentukan oleh gen autosomal dapat dijumpai pada laki-laki maupun perempuan.
Hukum Hardy-Weinberg menyatakan, “Di bawah suatu kondisi yang stabil, baik frekuensi gen maupun perbandingan genotip akan tetap (konstan) dari generasi ke generasi pada populasi yang berbiak secara seksual”. Suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut.
Prinsip Hardy-Weinberg hanya berlaku pada kondisi-kondisi tertentu seperti populasi besar dan perkawinan terjadi acak, hal ini untuk menghindari genetic drift, perubahan frekuensi genetik dari deviasi kebetulan. Pada populasi-populasi yang stabil (yang memenuhi syarat Hardy Winberg ) frekuensi gen sesuai dengan hukum-hukum sederhana probilitas. Dengan demikian, dalam suatu populasi tertentu, frekuensi individu yang homozigot AA sama dengan probilitas terdapat dua alel A secara bersamaan dalam sebuah zigot.
Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan pratikum mengenai frekuensi gen dalam suatu populasi untuk menghitung frekuensi alel dan frekuensi gen simulasi kancing.
1.2  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari, mengetahui dan menghitung frekuensi gen dengan simulasi kancing. Adapun manfaat dari praktikum adalah praktikan dapat memahami hubungan dinamis antara gen dalam populasi dengan lingkungannyadan juga praktikan dapat membuktikan prinsip keseimbangan hukum Hardy Weinberg.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hukum Mendel
Gregor Johann Mendell (1822–1884) ialah seorang biarawan dan ahli botani yang berasal dari Austria. Ia adalah peletak dasar-dasar teori hereditas atau pewarisan sifat genetika. Teori yang disebut Hukum Mendell tersebut menjadi dasar pengembangan genetika modern. Mendel dapat mengembangkan beberapa hukum. Ada dua hukum yang terkenal, yaitu Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II. Hukum Mendel I atau hukum segregasi dapat dibuktikan denga persilangan monohibrid (persilangan dengan satu sifat beda). Hukum Mendel II atau hukum pengelompokan secara bebas dapat dibuktikan dengan persilangan dihibrid (persilangan dengan dua sifat beda). Hal ini berlaku untuk semua makhluk hidup baik hewan, tumbuhan, maupun manusia (Syamsuri, 2006).
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme, yang kita kenal dengan hukum segregasi dan hukum asortasi bebas, yang telah di jabarkan oleh  Gregor Johann Mendel . Mendel mengatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya sebagaimana bunyi hukum mendel I, dan bunyi hukum mendel II, menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain (Syamsuri, 2006).
2.1.1 Hukum Mandel I
Hukum mendel I adalah perkawinan dua tetua yang mempunyai satu sifat beda (monohibrit). Setiap indifidu yang berkembang baik secara seksual terbentuk dari perleburan  2 gamet yang berasal dari induknya. Berdasarkan hipotesis mendel dari setiap sifat/karakter ditentukan oleh gen (sepasang alel). Hokum mendel I berlaku pada waktu gametogenesis F1. F1 memiliki genotip heterozigot. Dalam peritiwa meiyosis, gen sealel akan terpisah , mesisng-masing terbentuk gamet. Baik pada bunga jantan maupun bunga betina terjadi 2 macam gamet. Waktu terjadi penyerbukan sendiri (F1 x F2) dan pada proses fertilisasi gamet-gamet yang mengandung gen itu akan melebur secara acak dan terdapat 4 macam peleburan atau peristiwa.( Suryati Doti, 2011).
Hukum Mendel I dikenal sebagai hukum Segregasi. Selama proses meiosis berlangsung, pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi. Setiap set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Proses pemisahan gen secara bebas dikenal sebagai segregasi bebas. Hukum Mendel I dikaji dari persilangan monohibrid. (Syamsuri, 2006:101)
Hukum Mandel I berlaku pada gametogenesis F1. F1 itu memiliki genotif heterozigot. Baik pada bunga betina maupun benang sari, terbentuk dua macam gamet. Maka kalau  terjadi penyerbukan sendiri (F1 x F1) terdapat empat  macam perkawinan. (Wildan Yatim, 2008).
Pada galur murni akan menampilkan sifat-sifat dominan (alel AA) maupun sifat resesif (aa) dari suatu karakter t. Bila disilangkan, F1 akan mempunyai kedua macam alel (Aa) tetapi menampakkan sifat dominan (apabila dominant lengkap). Sedangkan individu heterozigot (F1) menghasilkan gamet-gamet, setengahnya mempunyai alele dominant A dan setengahnya mempunyai alele resesif a. Dengan rekomendasi antara gamet-gamet secara rambang populasi F2 menampilkan sifat-sifat dominant dan resesif dengan nisbah yang diramalkan. Nisbah fenotif yaitu 3 dominan (AA atau Aa) : 1 resesif (aa). Nisbah geneotif yaitu 1 dominan lengkap (AA) : 2 hibrida (Aa) : 1 resesif lengkap (aa). (Crowder, 2007)
2.1.2  Hukum Mandel II
Hukum Mendell II dikenal dengan Hukum Independent Assortment, menyatakan: ‘bila dua individu berbeda satu dengan yang lain dalam dua pasang sifat atau lebih, maka diturunkannya sifat yang sepasang itu tidak bergantung pada sifat pasangan lainnya’. Hukum ini berlaku untuk persilangan dihibrid (dua sifat beda) atau lebih (Muhsinin, 2014).

Hukum Mendel II dikenal juga sebagai hukum Asortasi atau hukum berpasangan secara bebas. Menurut hukum ini,  setiap gen atau sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen atau sifat  lain. Meskipun demikian, gen untuk satu  sifat tidak  berpengaruh pada gen  untuk sifat yang lain yang bukan  juga termasuk alelnya (Syamsuri, 2006).
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling mempengaruhi. Persilangan dari induk dengan satusifat dominan disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifatdominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya (Wildan Yatim, 2008).
Hukum Mendel II  ini hanya berlaku untuk gen yang letaknya berjauhan.
Jika keduagen itu letaknya berdekatan hukum ini tidak berlaku. Hukum Mendel 2 ini juga tidak  berlaku untuk persilangan monohibrid (Wildan Yatim, 2008).
2.2 Hukum Hardy Weinberg
Hardy dan Weinberg (1908) adalah pakar matematika yang menemukan dasar-dasar yang ada hubungannya dengan frekuensi gen didalam populasi yang dikenal dengan prinsip equilbrium Hardy Weinberg. Hukum tersebut menyatakan bahwa frekuensi gen akan tetap dari generasi kegenerasi seterusya dalam populasi yang besar, keadaan populasi tersebar secara acak, tidak ada seleksi dan migrasi. Hukum ini ternyata mengikuti model matematis dengan rumus binomium (a +  dimana memperlihatkan pemisahan dari sepasang alel tunggal pada persilangan monohibrid yaitu perkawinan yang menghasilkan pewarisan satu karakter dengan dua sifat beda (Muhsinin, 2014).
Frekuensi alel yang statis dalam suatu populasi dari generasi ke generasi mengasumsikan adanya perkawinan acak, tidak adanya mutasi, tidak adanya migrasi ataupun emigrasi, populasi yang besarnya tak terhingga, dan ketiadaan tekanan seleksi terhadap sifat-sifat tertentu. Contoh paling sederhana dapat terlihat pada suatu lokus tunggal beralel ganda: alel yang dominan ditandai A dan yang resesif ditandai a. Kedua frekuensi alel tersebut ditandai p dan q secara berurutan; freq(A) = p; freq(a) = q; p + q = 1. Apabila populasi berada dalam kesetimbangan, maka freq(AA) = p2 untuk homozigot AA dalam populasi, freq(aa) = q2 untuk homozigot aa, dan freq(Aa) = 2pq untuk heterozigot. Konsep ini juga dikenal dalam berbagai nama: Kesetimbangan Hardy-Weinberg, Teorema Hardy-Weinberg, ataupun Hukum Hardy-Weinberg. Asas ini dinamakan dari G. H. Hardy dan Wilhelm Weinberg (Crow, 2006).
Populasi mendelian yang berukuran besar sangat memungkinkan terjadinya kawin acak (panmiksia) di antara individu-individu anggotanya. Artinya, tiap individu memiliki peluang yang sama untuk bertemu dengan individu lain, baik dengan genotipe yang sama maupun berbeda dengannya. Dengan adanya sistem kawin acak ini, frekuensi alel akan senantiasa konstan dari generasi ke generasi. Prinsip ini dirumuskan oleh G.H. Hardy, ahli matematika dari Inggris, dan W.Weinberg, dokter dari Jerman,. sehingga selanjutnya dikenal sebagai hukum keseimbangan Hardy-Weinberg (Crow, 2006).
Syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg adalah:
·           Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama
·           Perkawinan terjadi secara acak
·           Tidak terjadi mutasi gen atau frekuensi terjadinya mutasi, sama besar.
·           Tidak terjadi migrasi
·           Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan konstan dan evolusi pun tidak akan terjadi. Tetapi dalam kehidupan, syarat-syarat tersebut tidak mungkin terpenuhi sehingga evolusi dapat terjadi. Suatu keseimbangan yang lengkap di dalam gene pool tidak pernah dijumpai, perubahan secara evolusi adalah sifat – sifat fundamental dari kehidupan suatu populasi ( Sweety Hamster Rescue, 2012).




BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroklimatologi dan Statistika, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin pada hari sabtu 26 Maret 2016 pukul 13.00 sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat tulis menulis beserta mistar.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 200 kancing warna merah dan 200 kancing warna putih dan amplot folio.
3.3 Metode Praktikum
Metode yang digunakan dalam praktiku ini adalah:
1.        Memasukkan masing-masing 100 kancing warna merah dan 100 kancing warna putih kedalam amplop yang telah disediakan.
2.        Mengambil dua kancing secara acak dengan perhitungan 60, 80 dan 100 kali pengambilan.
3.        Mencatat dan menghitung frekuensi kemunculan warna kacing merah dan putih.



 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Pengambilan 60 kali



Genotip
AA
Aa
aa
Total
Jumlah
20
33
7
60
Simbol
p2
2pq
q2
1
Rumus
p2AA
2pqAa
q2aa
-
Frekuensi
0,6
-
0,4
1

4.1.2 Pengambilan 80 kali



Genotip
AA
Aa
aa
Total
Jumlah
22
35
23
80
Simbol
p2
2pq
q2
1
Rumus
p2AA
2pqAa
q2aa
-
Frekuensi
0,5
-
0,5
1




4.1.3 Pengambilan 100 Kali



Genotip
AA
Aa
aa
Total
Jumlah
25
51
24
100
Simbol
p2
2pq
q2
1
Rumus
p2AA
2pqAa
q2aa
-
Frekuensi
0,5
-
0,5
1

 
4.2 Pembahasan
Pada pengambilan kancing 60 kali didapatkan hasil merah-merah 20, merah-putih 33 dan putih-putih 7. Oleh karena itu didapatkan hasil dari perhitungan pada kancing merah-merah adalah 0,6 dan putih-putih 0,4 sehingga didapatkan hasil frekuensi yaitu 1. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari pengambilan 60 kali ini adalah 1:2:1 (1 merah-merah : 2 merah-putih : 1 putih-putih).
Pada pengambilan kancing 80 kali didapatkan hasil merah-merah 22, merah-putih 35 dan putih-putih 23. Oleh karena itu didapatkan hasil dari perhitungan pada kancing merah-merah adalah 0,5 dan putih-putih 0,5 sehingga didapatkan hasil frekuensi yaitu 1. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari pengambilan 80 kali adalah 1:2:1 (1 merah-merah : 2 merah-putih : 1 putih-putih).
Kemudian pada pengambilan kancing 100 kali didapatkan hasil merah-merah 25, merah-putih 51 dan putih-putih 24. Oleh karena itu didapatkan hasil dari perhitungan pada kancing merah-merah adalah 0,5 dan putih-putih 0,49 sehingga didapatkan hasil frekuensi 1. Jadi dapat disimpulkan bahwa perbandingan dari pengambilan 100 kali adalah 1:2:1 (1 merah-merah: 2 merah-putih :1 putih-putih).
Setelah melakukan beberapa pengambilan (60x, 80x, dan 100x) model gen jantan baik merah maupun putih dan model gen betina baik merah maupun putih dengan tanpa melihat dan sambil mencampur gen-gen tersebut, didapat nisbah atau perbandingan genotipe yang sesuai dengan yang diharapkan seperti yang dilakukan oleh Mendel yaitu 1 : 2 : 1 (1 merah-merah : 2 merah-putih : 1 putih-putih). Hal ini disebabkan karena penggabungan (zigot) gamet-gamet dari tiap tetua untuk membentuk sel pertama dari zuriat individu baru terjadi secara acak, dan terjadi tanpa ditentukan oleh gen yang dibawanya.


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa
1. Pada pengambilan 60, 80 dan 100 kali menghasilkan perbandingan yang sama yaitu 1:2:1 (1 merah-merah : 2 merah-putih : 1 putih-putih) 1 untuk homozigot dominan : 2 untuk heterozigot : 1 untuk homozigot resesif.
2. Penggabungan (zigot) gamet-gamet dari tiap tetua untuk membentuk sel pertama dari zuriat individu baru terjadi secara acak, dan terjadi tanpa ditentukan oleh gen yang dibawanya.
5.2 Saran
Untuk menghindari kesalahan perhitungan sebaiknya pengamatan dilakukan secara hati-hati dan tidak terburu-buru agar didapatkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.



DAFTAR PUSTAKA
Crow, Jf (Jul 2006). "Hardy, Weinberg and language impediments."  Genetics 152 (3): 821–5. ISSN 0016-6731. PMC 1460671. PMID 10388804.
Crowder, L. V. 2007. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. http:// id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Pewarisan_Mendel.
Muhsinin, S. 2014. Biologi. Jakarta. Cmedia Imprint Kawan Pustaka.
Suryati, Dotti. 2011. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Bengkulu: Lab. Agronomi Universitas Bengkulu.
Sweety Hamster Love “Hamster Rescue” . 2012. Variasi genetik sebagai dasar evolusi, mutasi gen, frekuensi gen dalam populasi dan hukum hardy- weinberg. (bag 2) (online)
Syamsuri, Istamar, dkk. 2006. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Yatim, Wildan. 2008. Genetika. Bandung: TARSITO.