Rabu, 27 April 2016

Laporan Klimatologi Curah Hujan

Praktikum 1
Agroklimatologi

                                    Pengenalan Alat-alat Klimatologi

Nama             :Yohanis Sarma
NIM              :G11115536
Kelompok      :13
Asisten          :Yopie Brian Panggebean




PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2016




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12' - 8° Lintang Selatan dan 116°48' - 122°36' Bujur Timur. Luas wilayahnya 45.764,53 km² yang terbagi menjadi 21 kabupaten dan 3 kotamadya dan terdiri dari 304 kecamatan dan 2.953 desa/kelurahan, wilayah provinsi ini dilalui oleh 67 sungai, dan juga terdapat 7 gunung, serta 4 danau. Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat dan Laut Flores di selatan. Wilayah Sulawesi Selatan membentang mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi Kemiringan tanah 0 sampai 3 persen merupakan tanah yang relatif datar, 3 sampai 8 persen merupakan tanah relatif bergelombang, 8 sampai 45 persen merupakan tanah yang kemiringannya  curam, lebih 45 persen tanahnya curam  bergunung.
Kabupaten Jeneponto adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Bontosunggu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 749,79 km2 dan berpenduduk sebanyak 330.735 jiwa, kondisi tanah (topografi) pada bagian utara terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian 500 sampai dengan 1400 m, bagian tengah 100 sampai dengan 500 m dan pada bagian selatan 0 sampai dengan 150 m di atas permukaan laut. dan memiliki pelabuhan yang besar terletak di desa Bungeng.
Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan, berbeda dengan presipitasi non-cair seperti salju, batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan Bumi. Di Bumi, hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan.
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama  periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal  bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. ). Jadi, jumlah curah hujan yang diukur, sebenarnya adalah tebalnya atau tingginya permukaan air hujan yang menutupi suatu daerah luasan di permukaan bumi.
Schmidt dan Fergusson menggunakan dasar adanya bulan basah dan bulan kering seperti yang dikemukakan oleh Mohr. Perbedaan terdapat pada cara mencari bulan basah dan bulan kering. Hal ini juga merupakan alasan pembagian iklim tersendiri untuk Indonesia. Menurut Mohr bulan basah dan bulan kering.
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim dipelajari dalam klimatologi. Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim.
Berdasarkan posisi relatif suatu tempat di bumi terhadap garis khatulistiwa dikenal kawasan-kawasan dengan kemiripan iklim secara umum akibat perbedaan dan pola perubahan suhu udara, yaitu kawasan tropika (23,5°LU-23,5°LS), subtropika (23,5°LU-40°LU dan 23°LS-40°LS), sedang (40°LU-66,5°LU dan 40°LS-66,5°LS), dan kutub (66,5°LU-90°LU dan 66,5°LS-90°LS).
2.1 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum curah hujan dan spesifikasi iklim adalah untuk mengetahui keadaan iklim atau curah hujan suatu wilaya dan untuk mengetahui cara menghitung data dari hasil pengamatan curah hujan suatu wilayah.
Manfaat dari praktikum ini adalah sebagai informasi keadaan curah hujan pada suatu wilaya agar kita dapat menentukan waktu yang tepat dalam melakukan suatu kegiatan dalam hal becocok tanam.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Data Kabupaten
Kabupaten Jeneponto terletek di ujung bagian barat dari wilayah Propinsi Sulawesi selatan dan merupakan daerah pesisir pantai yang terbentang sepanjang ± 95 di bagian selatan. Secara geografis terletek diantara 50 16’ 13” – 50 39’ 35” Lintang Selatan dan 120 40’ 19” – 120 7’ 51” Bujur Timur. Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan : Ditinjau dari batas-batasnya maka pada sebelah Utara berbatasan dengan Gowa, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng (Yuhardin, 2006).
Kabupaten Jeneponto memiliki wilayah seluas 74.979 ha atau 749,79 km2. Luas Wilayah Kabupaten Jeneponto tersebut bila dilihat dari jenis penggunaan tanahnya, maka penggunaan tanah yang terluas pertama tahun 1999 adalah Tegalan/Kebun seluas 35.488 ha atau 47,33%, terluas kedua adalah Sawah Panen Satu Kali seluas 12.418 ha atau 16,56%, terluas ketiga adalah Hutan Negara seluas 9.950 ha atau 13,27%, sedangkan penggunaan tanah untuk Pekarangan seluas 1.320 ha atau 1,76% dan yang terendah adalah Ladang atau Huma seluas 31 ha atau 0,04%  (Yuhardin, 2006).
2.2 Curah Hujan Kabupaten 5 Tahun Terakhir
Curah hujan di wilayah Kabupaten Jeneponto pada umumnya tidak merata, hal ini menimbulkan adanya wilayah daerah basah dan wilayah semi kering. Curah hujan di Kabupaten Jeneponto yang tertinggi biasanya jatuh pada Bulan Januari sedangkan curah hujan terendah atau terkering terjadi pada Bulan Juni, Agustus, September dan Oktober(Yuhardin, 2006).
2.3 Hujan Spesifik
            Pola curah hujan spesifik dan berintensitas tinggi seperti di Indonesia membutuhkan pengembangan model prediksi curah hujan terintegrasi. Itu untuk meningkatkan akurasi perkiraan curah hujan lebat yang berpotensi banjir. Pemodelan itu mengacu kondisi interaksi dinamis laut dan atmosfer di Indonesia, yang sebagian besar wilayahnya lautan.pemodelan curah hujan sangat diperlukan, terutama di perkotaan terkait penataan ruang dan mitigasi banjir. Banjir mengancam banyak kota besar di Indonesia yang umumnya di wilayah pantai (Fadli, 2013)
2.4 Iklim spesifik
Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002). Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal  (Irianto, 2003).
2.5 Schmidt-Ferguson
Selama ini pemanfaatan data-data iklim lama masih sering digunakan karena kurangnya penelitian tentang iklim, khususnya skala lokal. Hal ini juga terjadi pada penentuan zona-zona iklim seperti zona iklim  klasifikasi Schmidt-Ferguson. Di Pulau Lombok Schmidt-Ferguson pernah menganalisa data curah hujan untuk menentukan tipe-tipe iklim yang di publikasikan pada tahun 1951 dan data-data itu masih digunakan sampai sekarang. Seiring dengan terjadinya perubahan iklim dan bertambahnya pos penakar curah hujan kemungkinan terjadinya perubahan tipe-tipe iklim klasifikasi Schmidt-Ferguson sangat besar, sedangkan data-data ini masih digunakan sebagai dasar penelitian, perencanaan dan pengambil keputusan pada masa sekarang yang apabila dihubungkan dengan waktu penelitian dan perubahan iklim maka data-data tersebut sudah tidak begitu valid(Irianto, 2003).
2.6 Oldeman
Klasifikasi iklim yang tepat digunakan untuk pertanian adalah klasifikasi iklim menurut Oldeman. Klasifikasi iklim Oldeman memakai unsur curah hujan sebagai dasar penentuan klasifikasi iklimnya.Tipe utama klasifikasi Oldeman didasarkan pada jumlah bulan basah berturut-turut, yaitu: zona A, zona B, zona C, zona D, dan zona E. Sedangkan subtipenya didasarkan pada jumlah bulan kering berturut-turut yaitu: zona 1, zona 2, zona 3, dan zona 4. Perubahan iklim akan mempengaruhi hasil-hasil penelitian yang selama ini menggunakan iklim sebagai bahan penyusun utama dari penelitian tersebut, seperti misalnyapeta iklim yang dibuat oleh Oldeman (Lakitan, 2002).



BAB III
METODOLOGI
3.1  Waktu danTempat
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Agroklimatologi dan Statistika, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Pada hari Senin, 21 Maret 2016, pukul 08.00 sampai selesei.
3.2  Cara Pengukuran
Pengukuran curah hujan dilakukan dilakukan setiap jam 07.00 pagi atau setiap jam 06.00 sore. Adapun pengukuran dilakukan sebagai berikut:
1.        Memegang gelas ukur tegak lurus dibawah kran.
2.        Membuka kran air.
3.        Apabilah jumlah air pada gelas ukur men unjukkan kurang dari 0,5 maka ditulis 0 dan jika jumlah curah hujan menunjukkan diatas 0,5 ditulis 1.
3.3  Cara Menghitung




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Data curah hujan 15 tahun terakhir.





Tabel 2. Data curah hujan setelah diboboti.






3. Data setelah rangking.
Tabel 4. Scmidt-Perguson
Tabel 5. Oldemen

Grafik 1. Grafik curah hujan 40%




Grafik 2. Grafik curah hujan 50%

Grafik 3. Grafik curah hujan 60%


Grafik 4. Grafik curah hujan 40%, 50% dan 60%
4.2 Pembahasan
Pada pengamatan data curah hujan yang diperoleh yaitu data hujan yang diolah dan diamati adalah data hujan dari Kabupaten Jeneponto selama 15 tahun, terhitung dari tahun 1999 – 2014  .pengamatan curah hujan harian dan curah hujan kumulatif, Hujan harian adalah Curah hujan yang diukur berdasarkan jangka waktu satu hari (24 jam). Hujan kumulatif merupakan jumlah kumpulan hujan dalam suatu periode tertentu seperti mingguan, 10 harian, dan bulanan, serta tahunan.
Dari data diatas dapat kita lihat bahwah curah hujan cukup tinggi rata-rata milai bulan desember dan januari. Data curah hujan paling rendah mulai dari bukan Juli hinga bukan November. Dari data tersebut kita dapat memperkirakan jadwal penanaman dan jadwal panen yang tepat, sehingga gagal panen dapat dicegah dan produksi bisah lebih banyak dari sebelumnya.
Pada data peluang perkiraan curah hujan tahun sebelumnya 40%, 50% dan 60%, dapat kita lihat bahwa curah hujan dengan peluang 40%  paling tinggi pada bulan Desember dan Januari. Curah hujan paling rendah pada bulan Agustus sampai Oktober. Kemudian pada peluang 50% curah hujan paling tinggi pada bulan Januari, Juni dan Desember. Curah hujan paling renda pada bulan  Juli hingga pada bulan November. Sedangkan pada peluang 60% curah hujan tinggi terjadi pada bulan Januari, Mei dan Desember. Kemudian curah hujan rendah pada bulan Juni hingga November.
Dari data peluang terjadinya hujan tahun berikutnya 40%, 50% dan 60%. dapat kita lihat bahwa rata-rata curah hujan tinggi terjadi pada bulan Januari dan bulan desember. Sedangkan curah hujan rendah mulai pada bulan Juni hingga November.




BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1.        Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa bahwa curah hujan di Kabupaten Jeneponto termasuk rendah karena curah hujan tinggi hannya terjadi selama 2 bulan. Prediksi peluang terjadinya hujan pada tahun berikutnya  masih hampir sama dengan tahun sebelumnya.
2.        Perhitungan yang dilakukan adalah menghitung jumlah curah hujan dan menghitung keadaan iklim suatu wilaya yaitu Scmith dan Oldemen. Kemudian menghitung prediksi peluang curah hujan di tahun berikutnya dengan presentase peluang 40%, 50% dan 60%.
5.2 Saran
Dalam melakukan perhitungan, prmbobotan dan pemberian rengking harus dilakukan secara hati-hati agar data yang kita paparkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan prediksisi curah hujan tahun berikutnya bisah tepat.



DAFTAR PUSTAKA
Fadli. 2013. Indonesia Butuh Model Prediksi Hujan Terpaduhttps://infohujan.wordpress.com diakses pada tanggal 3 April 2016.
Irianto, Gatot. 2003. Implikasi Penyimpangan Iklim Terhadap Tataguna Lahan. Makalah Seminar Nasional Ilmu Tanah. KMIT Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Cetakan Ke-dua. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Yuhardin. 2006. Profil Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan. Scriptintermedia. Makassar.http://yuhardin.scriptintermedia.com/view.php?id=4910&jenis=Umumdiakses pada tanggal 3 April 2016.



Minggu, 17 April 2016

Pengenalan Alat-alat Klimatologi

Praktikum 1
Agroklimatologi

Pengenalan Alat-alat Klimatologi

Nama             :Yohanis Sarma
NIM              :G11115536
Kelompok      :13
Asisten          :Yopie Brian Panggebean




PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2016





BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Indonesia sebagai negara beriklim tropis, dalam pembangunan seharusnya dapat memanfaatkan keuntungan iklim tropis seperti energy matahari yang berlimpah, wilayah yang sering hujan, dan tanah yang subur sehingga dapat ditumbuhi berbagai jenis tanaman seperti yang diterapkan di negara tropis lain dalam pembangunan fisik kota. Pertanian merupakan salah satu bidang pembangunan yang sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Kebudayaan-kebudayaan besar dari sejak zaman prasejarah selalu tercatat kemampuannya dalam berinteraksi dan mengenal perilaku serta nampak dalam alam sekitar mereka (Kurnia, 2010).
Pertanian merupakan budaya yang pertama kali dikembangkan manusia sebagai respon terhadap tantangan kelangsungan hidup yang berangsur menjadi sukar karena semakin menipisnya sumber pangan dialam bebas akibat laju pertambahan manusia. Pengelolahan hamparan tanaman (pertanaman) memadukkan faktor-faktor produksi bahan organic secara sinergi dengan tujuan meningkatkan produksi bahan organik secara optimal baik kuantitatif maupun kualitatif, atau bertujuan untuk meningkatkan penampilan tanaman menurut selera konsumen (tanaman ornament dan tanaman bunga). Pengelolahan pertanaman meliputi kegiatan yang berkaitan dengan efisiensi  pemanfaatan radiasi  matahari, komponen iklim makro dan mikro lainnya, hara tanaman dan air tanah oleh tanaman (Nurmala, dkk. 2012).                                    
Cuaca dan iklim merupakan hasil akhir dari proses interaksi atau hubungan timbal balik dari unsur-unsur atau perubahan fisik atmosfer (unsur-unsur cuaca/iklim). Proses tersebut berlangsung setiap  saat dan berlangsung terus menerus yang disebabkan atau dipicu oleh beberapa faktor yang disebut sebagai weater and climatic controls. proses interaksi dari unsur-unsur cuaca atau iklim dengan faktor pengendalinya pada suatu tempat atau wilayah akan menghasilkan distribusi dan tipe iklim. Tipe iklim yang terjadi pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan refleksi dan karakteristik fisik daerah atau wilayah tersebut (Sabaruddin, 2014)
Perubahan iklim tersebut berdampak pada perubahan unsur-unsur iklim antara lain curah hujan, suhu, dan kelembaban udara, maupun intensitas radiasi yang dirasakan semakin bergeser dari kondisi alami. Perubahan tersebut seharusnya dijadikan sebagai bentuk keprihatinan dan kewaspadaan bagi setiap manusia yang mendiami  bumi ini, namun, sebaliknya kebanyakan orang kurang memandang iklim sebagai sumberdaya melainkan sebagai faktor penghambat. Faktor antara lain kurangnya aspresiasi atau pemahaman iklim sebagai sumberdaya melainkan sebagai sumberdaya, masih terbatasnya kemampuan mengaplikasikan unsur iklim dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta munculnya kejadian-kejadian iklim di luar kemampuan mengaplikasikan unsure iklim dalam  hubungannya dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta munculnya kejadian-kejadian iklim diluar kemampuan manusia (Sabaruddin, 2014).
Banyaknya alat-alat yang digunakan dalam mengetahui iklim pada suatu tempat, mengharuskan kita untuk mengeanal dan memahami alat-alat tersebut. Oleh karena itu, dilakukanlah praktikum pengenalan alat-alat pengukur unsur iklim.
1.2         Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu mengetahui hubungan antara pertanian dengan klimatologi, alat-alat yang berperan dalam klimatologi terhadap bidang pertanian serta memahami dengan baik penggunaan dan penempatan alat-alat klimatologi tersebut.
Adapun kegunnaan dari praktikum ini adalah agar mampu memahami agroklimatologi lebih dalam terutama terkait dengan penggunaan alat-alat secara efisien dalam stasium klimatologi.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1     BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)
Ilmu yang mempelajari mengenai cuaca disebut meteorologi yakni cabang ilmu yang membahas pembentukan dan perubahan cuaca serta proses-proses fisika yang terjadi diatmosfer. Secara luas menyatakan bahwa meteorologi sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan dari atomosfer mempunyai kaitan secara fisik, dinamik, dan menyangkut status kimia atmosfer dan interaksi antara atmosfer bumi dengan permukaan bumi. Nilai total dari perubah fisik atmosfer yang berlangsung dalam keadaan sesaat yang terjadi pada tempat terntentu. Nilai tersebut diperoleh melaui pengukuran pada stasium pengamatan terhadap unsur-unsur cuaca. Meteorologi lebih menekankan proses terjadinya cuaca misalnya mengapa sampai terjadi suhu ekstrim, hujan lebat, kelembaban rendah, penguapan tinggi, sedangkan klimatologi penekannya lebih menekan kepada penyebaran hasil dari proses tersebut misalnya penyebaran suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, frekuensi terjadinya banjir, kekeringan, El Nino, baik skala harian, bulanan maupun tahunan (Sabaruddin, 2014).
Klimatologi pada dasarnya mempelajari peranan unsure-unsur cuaca/iklim baik skala global, regional maupun local atau setempat dalam kegiatan pertanian. Dalam mempelajari klimatologi terlebih dahulu harus memahami istilah cuaca- iklim dan meteorologi- klimatologi. Batasan secara klasik menyatakan bahwa iklim adalah keadaan rata-rata, ekstrim (maksimun dan minimum), frekuensi terjadinya nilai tertentu dari unsur cuaca ataupun frekuensi dari tipe iklim. Iklim mengkaji dan membahas tentang pola tingkah laku cuaca pada suatu tempat atau wilayah berulang selama waktu periode waktu yang panjang. Sebagai suatu sistem, wilayah iklim cakupannya sangat luas mulai dari skala planiter sampai pada skala lokal atau setempat merupakan kisaran atmosfer secara bersambung. Kajiannya menyangkut berbagai aspek proses pembentukan iklim (Sabaruddin, 2014).
2.2     Agroklimatologi bagi Pertanian
   Pertanian diterjemahkan dari kata agriculture berasal dari bahasa latin yaitu terdiri dari “ager” yang berarti lapangan/tanah/lading/tegalan dan “cultura” yang berarti mengamati/memelihara/membajak.Pertanian adalah sejenis produksi khusus yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Produksi pertanian dalam arti luas tergantung dari faktor genetik yang ditanam, lingkungan termasuk antara lain tanah, iklim dan teknologi yang dipakai. Dalam arti yang sempit terdiri dari varietas tanaman, tanah, iklim, dan faktor-faktor non teknis seperti keterampilan petani, biaya produksi dan alat-alat yang kegunaan (Nurmala, dkk. 2012).
          Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dibedakan pengertian antara meteorologi pertanian dan klmatologi pertanian. Cabang ilmu meteorologi pertanian (agrometeorologi) atau klimatologi (agroklimatologi) adalah ilmu terapan yang membahas tanggapan (respon) organism terhadap lingkungan fisiknya. Dalam ariti sempit klimatologi pertanian adalah cabang ilmu yang mengkaji proses fisik dari atmosfer yang membentuk kondisi skala mikro yang berhubungan dengan proses produksi sedangkan dalam arti luas sebagai subyek yang mengkaji tanggap organisme  terhadap lingkungan fisik. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa bidang agrometeorologi lebih menerapkan pengetahuan atmosfer untuk mewujudkan peningkatan produktivitas sedangkan agroklimatologi lebih tertuju kearah pengambilan kebijakan untuk pengembangan daerah pertanian (Sabaruddin, 2014).
Pengamatan unsur cuaca dan prediksi dampak perubahannnya terhadap produktivitas padi di suatu daerah yang luas dengan data satelit inderaha adalah sangat efektif dan efisien. Analisis perubahan cuaca melalui pengamatan liputan awan dan intensitas radiasi surya di areal persawahan Pulau Jawa dari data satelit inderaja dan memprediksi dampaknya terhadap produktivitas padi. Kebutuhan pangan akan meningkat dengan bertambahnya penduduk, untuk itu Pemerintah Indonesia dalam memenuhi kebutuhan tersebut, selain mengadakan ekstensifikasi yang ditempuh dengan jalan mencetak lahan pertanian baru di luar Pulau Jawa, juga meningkatkan panca usaha tani untuk peningkaran produksi pertanian. Guna mengambil kebijaksanaan pemerintah untuk menangani kebutuhan pangan perlu dilakukan pemantauan terhadap kondisi daerah pertanian, khususnya padi. Produksi tanaman pertanian lebih banyak dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim. Pertumbuhan dari produksi padi lebih banyak ditentukn oleh aktifitas fotosintesa tanaman padi yang banyak dipengaruhi oleh liputan awan yang menaungi tanaman (Kushardono, 2006).


2.3     Hubungan Alat Stasiun Klimatologi Terhadap Pertanian
Pengaruh iklim terhadap tanaman dapat diamati baik bila letak stasiun dapat mewakili hubungan alamiah antara iklim dengan tanah, air dan tanaman di suatu daerah pertanian yang. Tempat yang mempunyai iklim berbeda-beda dalam jarak pendek karena faktor lingkungan yang bersifat khusus seperti: rawa, bukit, danau, dan kota, sedapat mungkin tidak dipilih untuk lokasi stasiun. Beberapa faktor lingkungan khusus yang mempengaruhi perubahan iklim antara lain:  Vegetasi, Tinggi tempat, Distribusi darat-laut, Gunung, Perlakuan dan aktivitas manusia (Taufik, 2010).
Stasiun meteorologi pertanian adalah suatu tempat yang mengadakan pengamatan secara terus–menerus mengenai keadaan fisik dan lingkungan (atmosfer) serta pengamatan tentang keadaan biologi dari tanaman dan objek pertanian lainnya. Taman alat-alat meteorologi umumnya terdapat pada setiap stasiun meteorologi.  Luas taman alat tergantung pada jenis alat-alat yang dipasang didalamnya.  Tempat untuk membangun taman alat-alat disesuaikan dengan jenis stasiun, agar hasil peramatan cukup representatif, misalnya taman alat-alat untuk keperluan penerbangan dibangun dekat landasan. Taman alat-alat meteorologi pertanian dibangun ditempat yang representatif untuk keperluan pertanian (Gunawan, 2007).
2.4     Syarat Penempatan Stasiun
Klimatologi yang pengukurannnya dilakukan secara kontinyu dan meliputi periode waktu yang lama paling sedikit 10 tahun, bagi stasiun klimatologi pengamatan utama yang dilakukan meliputi unsur curah hujan, suhu udara, arah dan laju angin, kelembapan, macam dan tinggi dasar awan, banglash horizontal, durasi penyinaran matahari dan suhu tanah oleh karena itu persyaratan stasiun klimatologi ialah lokasi, keadaan stasiun dan lingkungan sekitar yang tidak mengalami perubahan agar pemasangan dan perletakan alat tetap memenuhi persyaratan untuk menghasilkan pengukuran yang dapat mewakili (Kadir,2006).
Stasiun meteorologi pertanian adalah suatu tempat untuk mengadakan pengamatan secara terus menerus keadaan lingkungan (atmosfer). Suatu stasiun meteorologi paling sedikit mengamati keadaan iklim selama 10 tahun berturut-turut, sehingga akan didapat gambaran umum tentang rerata keadaan iklim suatu tempat.  Agar diperoleh hasil pemgamatan yang akurat, maka dibutuhkan persyaratan sebagai berikut :
1.      Penempatan lokasi stasiun harus mewakili keadaan lahan yang luas.
2.      Masing-masing alat harus dapat memberikan hasil pengukuran parameter cuaca yang absah (tepat dan akurat), sederhana, kuat atau tidak mudah rusak, mudah penggunaan dan perawatannya.
3.      Pengamatan harus dapat dipercaya, terlatih, dan terampil.    
Stasiun meteorologi harus ditempatkan pada daerah terbuka dan representatif (mewakili). Secara umum. Luas daerah terbuka bagi suatu stasiun meteorologi pertanian dengan peralatannya lengkap kira-kira 2-2,5 Ha (Kadir, 2006).


2.5     Alat-alat Klimatologi
Jenis Alat-alat Meteorologi, Ditinjau dari cara pembacaannya, alat-alat Meteorologi dibagi menjadi dua jenis yaitu bersifat Recording dan Non Recording. Alat yang bersifat Recording adalah alat yang dapat mencatat data dengan sendirinya secara terus menerus sejak pemasangan pias hingga penggantian pias berikutnya.  Dari data yang diperoleh dapat ditentukan harga minimum dan harga maximum. Sedangkan alat yang bersifat Non Recording adalah alat-alat yang harus dibaca pada saat-saat tertentu untuk memperoleh data (Darsiman, 2006).
A.           Aktinograf
Berfungsi untuk mengukur radiasi matahari dalam waktu  satu  hari, dipasang pada tempat terbuka diatas pondasi beton setinggi 120 cm. Panas karena radiasi yang diserap membuat bimetal melengkung. Besarnya lengkungan sebanding radiasi yang diterima sensor. Lengkungan ini disampaikan secara mekanis ke jarum penulis di atas pias yang berputar menurut waktu. Hasil rekaman sehari ini berbentuk grafik. Luas grafik/integral dari grafik sebanding dengan jumlah radiasi surya yang ditangkap oleh sensor selama sehari (Hendayana, 2011).
B.            Gun Bellani
Fungsi alat ini sama dengan alat aktinograf yaitu untuk mengukur total radiasi matahari selama satu hari sejak matahari terbit hingga terbenam. Alat ini tidak secara langsung mengukur radiasi matahari tetapi melalui suatu proses penguapan zat cair terlebih dahulu. Jumlah zat cair yang diuapkan berbanding lurus dengan total radiasi matahari yang di terimah (Hendayana, 2011)
C.            Campbell Stokes
Berfungsi untuk mengukur lamanya penyinaran matahari. Alat ini berupa bola kaca masif dengan garis tengah/diameter 10-15 cm, berfungsi sebagai lensa cembung yang dapat mengumpulkan sinar matahari kesatu titik api (fokus), dan alat ini dipasang di tempat terbuka diatas pondasi beton dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah. Kemiringan sumbu bola lensa disesuaikan dengan letak lintang setempat. Posisi alat tidak berubah sepanjang waktu hanya pemakaian pias dapat diganti-ganti setiap hari  (Hendayana, 2011).
D.      Termometer Maksimum
Thermometer air raksa ini memiliki pipa kapiler kecil (pembuluh) didekat tempat/ tabung air raksanya, sehingga air raksa hanya bisa naik bila suhu udara meningkat, tapi tidak dapat turun kembali pada saat suhu udara mendingin. Untuk mengembalikan air raksa ketempat semula, thermometer ini harus dihentakan berkali-kali atau diarahkan dengan menggunakan magnet (Hendayana, 2011).
E.      Termometer minimum
Thermometer minimum biasanya menggunakan alkohol untuk pendeteksi suhu udara yang terjadi. Hal ini dikarenakan alkohol memiliki titik beku lebih tinggi dibanding air raksa, sehingga cocok untuk pengukuran suhu minimum. Prinsip kerja thermometer minimum adalah dengan menggunakan sebuah penghalang (indeks) pada pipa alkohol, sehingga apabila suhu menurun akan menyebabkan indeks ikut tertarik kebawah, namun bila suhu meningkat maka indek akan tetap pada posisi dibawah atau tetap (Hendayana, 2011).
F.      Termometer biasa
Mengukur suhu udara sesaat, zat cair yang digunakan adalah air raksa. Umumnya termometer ini disebut termometer bola kering yang dipasang berdampingan dengan termometer bola basah. Kedua termometer ini dipasang dalam keadaan tegak. Semua termometer pengukur suhu udara pada waktu pengukuran berada di dalam sangkar cuaca. Maksudnya adalah termometer tidak dipengaruhi radiasi surya langsung maupun radiasi dari bumi. Kemudian terlindung dari hujan ataupun angin kencang. Warna sangkar cuaca putih menghindari penyerapan radiasi surya. Panas ini dapat mempengaruhi pengukuran suhu udara (Hendayana, 2011).
G.           Termometer tanah
Prinsipnya sama dengan thermometer air raksa yang lain, hanya aplikasinya digunakan untuk mengukur suhu tanah dari kedalaman 0, 2, 5, 10, 20, 50 dan 100 cm. Untuk kedalaman 50 dan 100 cm, harus tanam sebuah tabung silinder untuk menempatkan thermometer agar mudah untuk melakukan pembacaan. Untuk kedalaman 0-20 cm, cukup dengan membenamkan bola tempat air raksa sesuai dengan kedalaman yang diperlukan (Hendayana, 2011).
H.           Termohigrograf
Menggunakan prinsip dengan sensor rambut untuk mengukur kelembapan udara dan menggunakan bimetal untuk sensor suhu udara. Kedua sensor dihubungkan secara mekanis ke jarum penunjuk yang merupakan pena penulis di atas kertas pias
yang berputar menurut waktu. Alat dapat mencatat suhu dan kelembapan setiap waktu secara otomatis pada pias. Melalui suatu koreksi dengan psikrometer kelembapan saat ke saat tertentu (Hendayana, 2011).
I.              Psikrometer standar
Alat pengukur kelembapan udara terdiri dari dua termometer bola basah dan bola kering. Pembasah termometer bola basah harus dijaga agar jangan sampai kotor. Gantilah kain pembasah bila kotor atau daya airnya telah berkurang. Dua minggu atau sebulan sekali perlu diganti, tergantung cepatnya kotor. Musim kemarau pembasah cepat sekali kotor oleh debu. Air pembasah harus bersih dan jernih. Pakailah air bebas ion atau aquades. Air banyak mengandung mineral akan mengakibatkan terjadinya endapan garam pada termometer bola basah dan mengganggu pengukuran. Waktu pembacaan terlebih dahulu bacalah termometer bola kering kemudian termometer bola basah. Suhu udara yang ditunjukkan termometer bola kering lebih mudah berubah daripada termometer bola basah. Semua alat pengukur kelembapan udara ditaruh dalam sangkar cuaca terlindung dari radiasi surya langsung atau radiasi bumi serta darihujan (Hendayana, 2011).
J.       Penakar Hujan Otomatis Type Hellmann
Alat ini berfungsi untuk mengukur intensitas, jumlah, dan waktu terjadinya hujan, dipasang dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah sampai ke corong penakar dan luas penampang corong 200 cm2. Pada alat ini terdapat sebuah silinder jam sebagai tempat pemasangan pias, sehingga akan dapat diketahui curah hujan maksimum dan minimum serta waktu terjadinya. Prinsip kerja alat ini yaitu air hujan masuk melalui corong kemudian akan terkumpul dalam tabung. Dalam tabung ini terdapat pelampung yang dihubungkan dengan tangkai pena, sehingga air yang masuk kedalam tabung akan menekan pelampung, maka pelampung akan naik dan tangkai pena turut bergerak keatas. Gerakan pena tersebut akan mencatat pada pias yang dipasang pada silinder jam, jika gerakan pena mencapai skala 10 mm pada pias maka secara otomatis air akan turun melalui pipa siphon dan jatuh kedalam bejana plastik. Air dalam tabung terkuras habis sehingga tangkai pena turut bergerak turun sampai pena menunjuk skala nol, jika hujan masih turun pena akan naik lagi, demikian seterusnya.Waktu pengamatan : pengamatan dilakukan selama 24 jam dan penggantian piasdilakukan pada jam 07.00 WIB (Hendayana, 2011)..
K.     Penakar Hujan Manual Type Observatorium
Berfungsi untuk mengukur jumlah curah hujan. Alat ini dipasang diatas tonggak kayu yang dibeton dengan ketinggian 120 cm dari permukaan tanah sampai mulut corong penaka r, luas penampang corong  yaitu 100 cm2 dengan kapasitas menampung curahhujan ± 5 liter, dan ditengah corong penakar dipasang kran. Jumlah curah hujan yang tertampung akan dituangkan melalui kran dan ditakar dengan gelas ukur yang berskala sampai dengan 20 mm. Pengamatan dilakukan jam 07.00 WS dengan membuka kran dan menampung air hujan dalam gelas penakar kemudian dibaca skala yang menunjukkan jumlah curah hujan yang terjadi selama 24 jam setelah itu dilakukan pencatatan (Hendayana, 2011).
L.      Open Pan Evaporimeter
Berfungsi untuk mengukur evaporasi/penguapan pada periode waktu tertentu. Alatini berupa sebuah panci bundar besar terbuat dari besi yang dilapisi bahan anti karatdengan garistengah/diameter 122cm dan tinggi 25.4 cm.Panci ini ditempatkandiatas tanah berumputpendek dan tanahgundul, dimana alattersebut diletakkandiatas pondasi terbuatdari kayu yang bagianatas kayu dicat warnaputih gunanya untukmengurangipenyerapan radiasi.Tinggi air dari bibir panci ± 5 cm, bila air berkurang harus segera ditambah agarbesarnya penguapan sesuai.Waktu pengamatan yaitu I, II, III ( Jam 07.30, 13.30, 17.30 WIB) (Hendayana, 2011).







BAB III
METODOLOGI
3.1     Waktu dan Tempat
Praktikum Pengenalan Alat ini dilakukan di Laboratorium III, Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin pada hari Senin, tanggal 15 Februari 2016 pukul 08.00 WITA sampai selesai. Kemudian pada praktek lapang dilakukan di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan pada hari Sabtu, 02 Appril 2016 pukul 03.00 sampai selesai.
3.2     Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan pada praktikum ini adalah laptop dan proyektor atau LCD sebagai alat persentase dan bahan persentasenya adalah alat-alat klimatologi dalam bentuk materi. Pada praktek lapang alat yang digunakan adalah alat tulis menulis dan kamera. Bahan yang digunakan pada praktek lapang adalah alat-alat klimatologi pada lapangan.
3.3     Metode Praktikum
Pada metode praktikum ini diperkenalkan alat-alat klimatologi dengan cara menampilkan alat yang ada dilaboratorium. Setelah itu dijelaskan pula cara kerja, prinsip kerja dan fungsi alat-alat tersebut. Pada praktek lapang hal yang sama dilakukan yaitu dengan memperlihatkan alat-alat klimatologi kemudian kemudian dijelaskan bagian-bagian dari alat tersebut serta cara kerjan dan fungsinya. Setelah itu dilakukan pencatatan dan pengambilan gambar alat yang diperlihatkan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil
4.1.1   Nama Alat
1. Sangkar Cuaca                    2. Penakar Hujan Biasa                    3. Campbell Stokes



4. Anemometer                 5. Penakar hujan Otomatis              6. Panci evaporasi                
                               



7. Termometer Tanah
                                                                                 


4.1.2   Bagian Alat
1.       Sangkar Cuaca
Bagian-bagian dari sangkar cuaca adalah beton sebagai pondasi, Permukaan Lantai Sangkar, Pintu Sangkar 2 (dua)bagian muka dan belakang, papan penutup ruang sangkar (tebal 2 cm) berlubang 5 (lima). Alat pengukur kelembaban udara dimasukkan ke dalam Sangkar Cuaca yang di dalamnya antara lain berisi, Temperatur maksimum minimum, Termometer basah kering, Barograf, Termohigrograf, Swing termometer, Evaporimeter jenis Piche atau jenis Keshner.
2.      Campbell Stokes
Campbell stokes terdiri dari beberapa bagian yaitu bola kaca pejal ( umumnya berdiameter 96 mm), Plat logam berbentuk mangkuk, sisi bagian dalamnya bercelah – celah sebagai tempat kartu pencatat dan penyanggah tempat bola kaca pejal dilengkapi skala dalam derajat yang sesuai dengan derajat lintang bumi, Bagian Pendiri (stand), bagian dasar terbuat dari logam yang dapat di-leveling, kertas pias terdiri dari 3 (tiga) jenis menurut letak matahari.
3.       Penakar Curah Hujan Biasa
Penakar hujan biasa terdiri dari Sebuah corong yang dapat dilepas dari bagian badan alat, bak tempat penampungan air hujan, kaki yang berbentuk tabung silinder, gelas penakar hujan dan kran tempat mengeluarkan air.
4.       Penakar Hujan Otomatis
Bibir atau mulut corong, lebar corong, tempat kunci atau gembok, tangki pelampung, silinder jam tempat meletakkan pias, tangki pena, tabung tempat pelampung, pelampung, pintu penakar hujan, alat penyimpan data, alat pengatur tinggi rendah selang gelas (siphon), selang gelas, tempat kunci atau gembok, panci pengumpul air hujan bervolume.
5.       Anemometer
Anemometer terdiri dari bagian-bagian yaitu Anemometer Cup dan Vane (velocity anemometer),  Pressure Tube Anemometer dan Pressure Plate Anemometer.
6.       Panci Evaporasi
          Bagian-bagian dari panci evaporasi adalah Pondasi berkayu, panci dari stainless (ukuran d = 122 cm dan t = 25,2 cm), steell well, magnet, termometer apung (thermometer minimum dan minimum pada air).
7.       Termometer Tanah
          Bagian-bagian termometer tanah terdiri atas pipa pelindung (mounting), ujung besi penusuk, penekan tusukan, termometer tahap-1 dan termometer tahap-2.

4.1.3   Prinsip Kerja Alat
1.       Sangkar Cuaca
          Sangkar mempunyai dua buah pintu dan dua jendela yang berlubang-lubang/kisi. Lubang/kisi itu memungkinkan adanya aliran udara. Temperatur dan kelembaban udara di dalam sangkar mendekati/hampir sama dengan temperatur dan kelembaban udara di luar. Sangkar dipasang dengan pintu membuka/ menghadap utara-selatan, sehingga alat-alat yang terdapat di dalamnya tidak terkena radiasi matahari langsung sepanjang tahun. Jika matahari berada pada belahan bumi selatan, pintu sebelah utara yang dibuka untuk observasi atau sebaliknya.
2.      Campbell Stokes
          Sinar matahari yang datang menuju permukaan bumi, khususnya yang tepat jatuh pada sekeliling permukaan bola kaca pejal akan difokuskan ke atas permukaan kertas pias yang telah dimasukkan ke celah mangkuk dan meninggalkan jejak bakar sesuai posisi matahari saat itu. Jumlah kumulatif titik bakar inilah yang disebut sebagai lamanya matahari bersinar dalam satu hari (satuan jam/menit)
3.       Penakar Curah Hujan Biasa
Cara kerja alat ini adalah jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung tempat pelampung. Kemudian curah hujan diukur dengan membuka kran pada alat tersebut kemudian dimasukkan kedalam gelas ukur lalu dicatat.
4.       Penakar Hujan Otomatis
Cara kerja alat ini adalah jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung tempat pelampung. Air hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau naik keatas.Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakkannya selalu mengikuti tangkai pelampung Gerakkan pena dicatat pada pias yang ditakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan bantuan tenaga per.
5.       Anemometer
Cara Kerja Anemometer adalah dengan adanya hembusan angin yang mengenai baling – baling pada perangkat tersebut. Putaran dari baling – baling tersebut akan di konversi menjadi sebuah besaran dalam bahasa matematika. Baling – baling pada anemometer digunakan sebagai alat reseptor atau yang menangkap suatu rangsangan berupa hembusan angin. Setelah baling – baling berputar maka hal ini akan menggerakan sebuah alat yang akan mengukur kecepatan angin yang berhembus melalui putaran dari baling – baling pada anemometer.
6.       Panci Evaporasi
        Evaporasi yang diukur dengan panci ini dipengaruhi oleh radiasi surya yang datang, kelembapan udara, suhu udara dan besarnya angin pada tempat pengukuran. Alat ukur micrometer pancing dan yang kedua alat ukur ujung paku yang dipasang tetap (fixed point). Kesalahan yang besar dari pengukuran evaporasi terletak pada tinggi air dalam panci. Oleh sebab itu muka air selamanya harus dikembalikan pada tinggi semula yaitu 5 cm di bawah bibir panci.
7.       Termometer Tanah
Prinsip kerja termometer tanah hampir sama dengan termometer biasa, hanya bentuk dan panjangnya berbeda. Pengukuran suhu tanah lebih teliti daripada suhu udara. Perubahannya lambat sesuai dengan sifat kerapatan tanah yang lebih besar daripada udara. Sampai kedalaman 20 cm digunakan termometer   air raksa dalam tabung gelas dengan bola ditempatkan pada kedalaman yang diinginkan. Ciri-ciri dari termometer   tanah adalah pada bagian skala dilengkungkan.halini dibuat adalah untuk memudahkan dalam pembacaan termometer   dan menghindari kesalahan paralaks.

4.1.4   Pemasangan Alat di Lapangan
Dalam penempatan stasiun klimatologi pertanian diutamakan di stasiun percobaan Agronomi, Hortikultura, Peternakan, Kehutanan, hidrologi, lembaga penelitian tanah, Kebun raya ataupun cagar alam serta daerah yang perubahan cuacanya sering menyebabkan kerugian.Penempatan stasiun klimatologi/meteorology sedapat mungkin memenuhi syarat antara lain :
1.             Sekeliling luasan terpelihara dengan tanaman penutup (rerumputan atau tanaman yang rendah) sebatas pada pengaruh gerakan angin.
2.             Disekitar atau dekatnya tidak ada jalan raya (jalan besar)
3.             Tempatnya pada tanah yang datar.
4.             Bebas atau jauh dari bangunan dan pohon-pohon besar.
5.            Letak stasiun jangan terlalu jauh dengan pengamat dan keperluan pengamatan.
Hal ini akan lebih baik dalam ketepatan waktu dan kondisi yang dapat dipercaya. Syarat tanam peralatan klimatologi yaitu mewakili keadaan iklim seluas mingkin kawasan wilayah yang diinginkan. Stasiun dibuat pada sebidang lahan datar dengan ditanami rumput seragam setinggi sekitas 5 cm. Stasiun harus bebas dari penghalang. Stasiun harus diberi pagar kokoh. Ukuran luas stasiun beragam, mulai dari 2 m x 2 m hingga 50 m x 50 m. Mengetahui koordinat dan tinggi dari muka laut stasiun tersebut.

4.1.5   Satuan Pengamatan dan Pengambilan Data
Satuan pengamatan dan pengambilan data pada alat-alat klimatologi yaitu:
1.             Campbell Stokes, pencatat lama penyinaran matahari dengan satuan : Jam/ Prosentase (%) Pias harian.
2.             Penakar hujan biasa, untuk mengukur curah hujan, satuannya Milimeter (mm)
3.             Penakar curah hujan otomatis, satuannya Milimeter (mm).
4.             Anemometer, Satuannya arah angin  (8 mata angin) kecepatan angin : Knots (1 Knots = 1.8 Km/Jam).
5.             Panci evaporasi, Pengukur penguapan satuannya adalah Milimeter (mm).
6.             Termometer tanah, pengukur suhu tanah satuannya Derajat Celcius (°C).
7.             Sangkar Cuaca satuannya adalah Derajat Celcius (°C).

4.1.6   Kelebihan dan Kekurangan Alat
Kelebihan Cup anemometer adalah kita dapat mengetahui kecepatan angin pada ketinggian yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, terdapat tiga jenis cup anemometer dengan tinggi 10 m (alat pengukur kecepatan angin untuk tanaman tahunan), cup anemometer tinggi 2 m (alat pengukur kecepatan pohon), dan cup anemometer tinggi 0,5 m (alat pengukur kecepatan angin untuk tanaman semusim). Kekurangannya adalah alat harus benar – benar terjaga / terlindungi dari sesuatu yang dapat menghalangi datangnya angin.
Kelebihan dari panci evaporasi adalah penempatan alat pada tempat terbuka sehingga penguapan air pada suatu lahan dapat diukur dengan baik. Kekurangannya adalah pada saat hujan turun akan masuk ke panci karena alat tersebut diletakan pada tempat terbuka dengan ketinggian yang tidak terlalu tinggi.
Termometer tanah kelebihan dari alat ini adalah alat ini dapat mengukur suhu tanah baik permukaan maupun didalam tanah dengan cepat. Sedangkan kekurangan alat adalah penggunaannya kurang praktis karena alat ini harus dikubur terlebih dahulu sehingga sulit mengukur suhu pada tanah yang keras. Selain itu juga tinggkat ketelitiannya juga cukup rendah.
          Type Observatorium kelebihannya adalah mempunyai tingkat ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan tipe perekam data(otomatis).  Satuan alat sama dengan satuan pengukuran sehingga memudahkan pengukuran. Pengukuran : jika gelas penakar pecah dan diganti dengan mengukur volume air yang terpampang dengan jelas ukuran biasa sebab penampang curah hujan 100cm² sehingga setiap volume 1000 berarti sama dengan 1 mm muka air. Kekurangan alat ini adalah alat ini harus dipasang dengan ketinggian 120 m sehingga dibutuhkan alatkhusus untuk menjangkau ketinggian tersebut. Alat ini tidak bisa mengukur intensitas curah hujan. Alat ini kurang praktis dan efisien dalam waktu dan tenaga kerja sebab setiaphari harus ada yang membuka kran tersebut agar hari berikutnya dapat diukur curah hujannya lagi dan tiap hari juga pengamat harus rutin mengukur curahhujan tersebut.
          Kelebihan penakar hujan otomatis adalah dapat mengukur curah hujan secara otomatis. Data-data curah hujan secara otomatis tersimpan di kertas grafik tanpa harus pengamat mengukur secaramanual. Selain dapat mengukur banyaknya curah hujan, alat ini bisa mengukur intensitas curah hujan sehingga melalui alat ini dapat diduga tingkat erosivitasdan dalam penelitian intersepsi hujan. Kekurangannya adalah adanya kemungkinan terjadinya kesalahan pembacaan oleh alat tersebut dikarenakan adanya masalah pada alat tersebut.
          Kelebihan Campbell Stokes adalah ketelitiannya sangat akurat. Sedangkan kekurangannya adalah penempatan tidak boleh terhalang oleh benda lain sehingga matahari dapat masuk dan pemasangan yang harus sesuai arah matahari untuk mendapatkan hasil yang baik.

4.2         Pembahasan
Dari pengamatan yang telah dilakukan pada alat-alat klimatologi dapat kita ketahui bahwa dengan alat-alat klimatologi, kita dapat mengatur dengan baik kapan waktu yang tepat dalam melakkukan aktivitas pertanian yaitu kapan waktu yang tepat untuk menanam dan memanen. Salasatu hal terpenting yang harus kita ketahui dalam pertanian adalah keadaan iklim terutama curah hujan. Dengan pengamatan yang dilakukan dengan alat-alat klimatologi kita bisah memprediksi curah hujan tahun berikutnya dengan kata lain kita bisah meningkatkan hasil pertanian dan dapat mencegah terjadinya gagal panen.
Pengambilan data cuaca berfungsi untuk meramalkan cuaca dan iklim yangakan terjadi dimasa yang akan datang. Dalam bidang pertanian, hal ini sangat berguna untuk menentukan kalender pertanian. Kita dapat menentukan komoditas yang   cocok   ditanam   pada   cuaca   dan   iklim   tertentu,   sehingga   tidak   terjadi kegagalan panen atau kesalahan penanaman.
Kesalahan pengambilan data ini dikarenakan adanya kerusakan alat ataukesalahan dalam penggunaan alat. Misalnya pada termometer bola basah yangmelakukan   kesalahan   dalam   menunjukkan   suhu,   hal   ini   dikarenakan   sensoryangada pada ujung termometer tidak bekerja dengan baik sehingga suhu yangditunjukkan termometer tidak sesuai dengan suhu lingkungan.
Alat alat klimatologi ini sangat berpengaruh besar pada bidang pertanian sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pengetahuan tentang iklim harus kita ketahui agar kita dapat menentukan waktu yang tepat untuk menanam dan memanen, sehingga kegagalan panen bisah dicegah seminimal mungkin. Misalnya pada alat penakar hujan, dengan alat ini kita dapat mengetahui curah hujan dan dapat memprediksi curah hujan tahun berikutnya. Pada alat Combel stokes, dengan alat ini kita dapat mengetahui lamanya penyinarab matahari, sehingga kita dapat menentukan tanaman yang membutuhkan banyak sinar matahari dan mana yang sedikit butuh sinar matahari.
Kelembapan udara yang diukur dengan sangkar cuaca, Dengan mengetahui kelembaban udara yang ada dilingkungan tempat yang akan di tanam tumbuhan, kita dapat menentukkan pemilihan jenis tanaman yang sesuai, misalnya tanaman bakau yang ditanam pada daerah yang berkelembaban tinggi.  Dengan mengunakan alat Anemometer kita dapat mengetahui arah dan kecepatan angin, sehingga kita dapat mencegah kerusakan tanaman akibat angin kencang, kita juga dapat melakukan penyerbukan tanaman dalam waktu yang tepat serta mencegah penyebaran penyebab penyakit pada tanaman.
Kita bisah mengetahui suhu tanah dengan menggunakan alat ukur Termometer tanah, dengan mengetahui suhu tanah pada suatu wilaya, kita dapat mengetahui jenis tanaman mana yang bisah kita tanam pada wilaya tersebut agar tanaman dapat tumbuh dengan baik.


  

BAB V
PENUTUP
5.1     Kesimpulan
          Dari pengamatan alat-alat klimatologi yang telah dilakukan, dapat kita simpulkan bahwa:
1.       Alat-alat klimatologi sangat dibutuhkan dalam bidang pertanian, untuk meningkatkan hasil panen dan untuk mencegah terjadinya gagal panen.
2.       Alat-alat yang umum digunakan dalam klimatologi pertanian sesuai dengan pengamatan yang telah dilakukan yaitu Comble stokes, Penakar hujan manual dan otomatis, Anemometer, Panci evaporasi, Sangkar cuaca dan Termometer tanah.
3.       Penggunaan alat dan penempatan alat harus diketahui secara mendalam, agar hasil data yang didapatkan sesuai dengan keadaan iklim yang sebenarnya.
5.2     Saran
Hendaknya pengamatan dilakukan secara berkala atau secaraberkelanjutan dengan tujuan agar diperoleh data yang lengkap dan dalam kurunwaktu yang lama. Apabila data telah lengkap, maka peta perubahan cuaca dan iklim dapat diramalkan dengan baik dan sempurna. Jika perubahan cuaca daniklim dapat diramalkan, maka kerugian petani karena ketidak pastian cuaca daniklim dapat diatasi.


DAFTAR PUSTAKA
Darsiman, B,.Sutrisno., Mukri Siregar., Nazaruddin Hisyam. 2006. Kharakteristik Zone Agroklimat E2 di Sumatera Utara. Makalah Penunjang Kongres IV PERHIMPI dan Simposium Internasional I, Bogor, 18-20 Oktober 2006. 9 pp.
Donny Kushardono, dkk. 2006. Analisis Perubahan Cuaca pada areal persawahan di pulau jawa dan pengaruhnya terhadap produktivitas padi. Volume 14 (No 1-2)
Gunawan Nawawi, Ir., MS  2007. Pengantar Klimatologi Pertanian. Jakarta: Dinas   Pendidikan.
Kadir Zailani. 2006.Klimatologi dasar. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.
Kurnia, Rendy. 2010. Identifikasi Kenyamanan Termal Bangunan (Studi Kasus: Ruang Kuliah Kampus IPB Baranangsiang dan Darmaga Bogor). Volume 24 (1) : 14- 22.
Nurmala, dkk. 2012. Pengantar Ilmu Pertanian. Bandung: Graha Pustaka.
Sabaruddin, Laode.  2014. Agroklimatologi Aspek-aspek Klimatik untuk Sistem   Budidaya Tanaman.  Bandung: Alfa Beta.
Taufik, 2010. unsur-unsur cuaca dan iklim Diakses, 19 Februari 2016.. http://taufikanugrah.blogspot.com.     
Taufik, Muhammad. 2010. Analisis Tren Iklim dan Ketersediaan Air Tanah di Palembang, Sumatra Selatan: Volume  24 (1) : 42-49.
Widiatmo, M. Reza. 2008. Pengertian Geofisika. Diakses tanggal 19 Februari 2016.  dari http://geofisika1b.blogspot.co.id/2009/12/pengantar-geofisika.html.